Berdasarkanpemahaman saya terhadap diri sendiri, Ilmu Mantiq setidaknya membuat saya: (1) Lebih banyak diam. Diam sambil menganalisa, mengumpulkan banyak-banyak informasi dari sumber-sumber yang kredibel, sebelum menyimpulkan dalam sebuah keputusan yang bulat, tampa memprovokasi atau intervensi orang lain. (2) Tidak tergopoh-gopoh menyimpulkan Seolaholah mereka ingin mengatakan "kami sudah mempunyai ilmu dari Nabi Muhammad, jauh sebelum kalian, kaum santri, mulai naik haji. Islam yang sebenarnya adalah budaya Jawa kami!" Yang menarik di sini, mereka juga mengakui Makkah, dan bukan salah satu tempat di Jawa atau India sebagai pusat kosmis yang terpenting. FakultasDakwah dan Ilmu Komunikasi. Jika kamu memiliki cita-cita menjadi seorang pendakwah maka hal ini juga berkaitan dengan seni komunikasi. Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang menyediakan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk dipilih. Di sini kamu akan belajar bagaimana cara menyampaikan pesan sesuai dengan ajaran Islam. Tatananyang dipegang erat sebagai dasar hubungan adat dan agama adalah ungkapan Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah (adat bersendi syariat dan syariat bersendi kitab Allah SWT). Minangkabau berhasil memadukan antara nilai-nilai Islam yang sangat dalam dan adat istiadat yang umumnya dianggap sulit bersatu dengan nilai agama. Jurusansastra masuk soshum atau saintek? Diana. 3 tahun yang lalu. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Sastra Arab (Sastra Asia Barat) Sastra Bali Sastra Belanda Sastra Cina (Sastra Mandarin) Sastra Indonesia Sastra Inggris Sastra Jawa Sastra Jepang Sastra Jerman Sastra Korea Sastra Minangkabau Sastra Nusantara Sastra Perancis Sastra Rusia Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd Hỗ Trợ Nợ Xấu. Di era 90 an ilmu pelet mulai dikenal masyarakat untuk memikat hati lawan jenis secara paksa. Sarana pukulan yang bisa mengakibatkan kematian. Ilmu Tujuh Rasa Ternyata hampir di semua suku di indonesia memilki yang namanya ilmu gendam hanya yang berbeda nama dan tata cara pekasih minang. Ilmu pukulan ruh. Ilmu batin minang assalamu alaikum warahmatullah selamat datang di bloger sutan mudo 085834292576 whatshap diganti ke 082293548772. Untuk pengobatan penunduk dan. Bisa dikatakan ilmu pengasihan yang juga terkenal dengan ilmu pelet ini merupakan budaya mistik dan tradisi serta kultur yang banyak dipengaruhi oleh. Pelet ini dikenal sebagai ilmu penakluk tingkat tinggi. Hal ini disebabkan oleh paranormal yang mulai. Ilmu tua ini dahulu di gunakan pada awalnya oleh anak anak panglima untuk memikat wanita wanita anak raja yang tak mempan di pekasihi dengan ilmu pekasih lain sebagai pamungkas maka jihin si rajo hawa inilah yang di lepaskan untuk menembus dinding bathin sekaligus untuk membuat kasmaran siang dan malam wanita yang di tuju. Hipnotis tradisonal atau orang orang kerap meyebutnya dengan ilmu gendam adalah keahlian khusus yang tidak dapat kita pungkiri di miliki oleh orang orang tertentu baik pada masa dahulu dan lebih banyak di gunakan oleh para pebinsis kelas kakap pada masa sekarang ini. Di tanah minang pelet disebut juga pitunang sementara tanah bata menyebutnya dorma. Ilmu pengasihan pengertian ilmu pengasihan adalah ilmu yang berhubungan dengan hal gaib yang berfungsi untuk mempengaruhi alam bawah sadar atau perasaan seseorang agar tumbuh perasaan suka dan sayang atau cinta kepada orang lain. Ilmu tua ini dahulu di gunakan pada awalnya oleh anak anak panglima untuk memikat wanita wanita anak raja yang tak mempan di pekasihi dengan ilmu pekasih lain sebagai pamungkas maka jihin si rajo hawa inilah yang di lepaskan untuk menembus dinding bathin sekaligus untuk membuat kasmaran siang dan malam wanita yang di tuju. Ilmu si gantar alam. Di kalimantan timur disebut pitunduk. Masyarakat kalimantan barat mengenalnya dengan kundang. Di sumatera ia disebut pekasih. Dahulu saya sering juga babar keilmuan di kaskus ilmu minang masuk sini alhamdu lillah sekarang saya udah punya bloger. Saarana membentak seperti suara petir dan beribawa. Ilmu sergah maut. Sarana mendatangkan orang yang di tuju agar kasih sayang. Ilmu peredaran darah pengobatan penyakit kanker tumor ginjal dll. Karena itu aku babar satu kajian malaikat empat yg pernah aku pelajari dahulunya. Namun tentunya setiap daerah mengenal istilah ini dengan nama yang berbeda. Di tanah minang disebut pitunang sedangkan orang batak menyebutnya dorma. Masyarakat jawa menyebut ilmu ini sebagai ajian asihan tanah melayu menyebutnya ilmu pekasih di tanah minang disebut ilmu pitunang di tanah batak ilmu dorma dan di kalimantan disebut ilmu kundang atau pitunduk. Ilmu minang masuk sini zaman sekarang keilmuan asmak malaikat kaji malaikat sumpah malaikat ilmu malaikat paling banyak beredar. Di daerah jawa tengah ilmu pelet disebut pengasihan atau ilmu asihan sementara itu di sumatra atau di tanah melayu ilmu ini disebut dengan pekasih. Ilmu Pekasih Minang Ilmu Pelet Rokok Menguak Tabir Ilmu Pelet Merdeka Com Kampus Wahyu Manunggal Ilmu Gendam Dari Ranah Minang Share Ilmu Minang Masuk Sini Page 25 Kaskus Http Scholar Unand Ac Id 46858 5 Pdf 20skripsi 20full 20widia Pdf Alunan Magis Sirompak Ilmu Pelet Dari Minangkabau Kuno Pesugihan Gunung Kidul Share Ilmu Minang Masuk Sini Page 145 Kaskus Sastra Lis An Minangkabau Pdf Free Download Master Pelet Dukun Pelet Ilmu Pelet Yang Secara By Master Togel Medium Mantra Pengasihan Ampuh Asal Sumatra Barat Abhy Reinkarnasi Ilmu Pemanis Orang Minang Ilmu Pelet Dunia Gaib Http Repositori Kemdikbud Go Id 3519 1 Sastra 20lisan 20minangkabau Pdf Pelet Kirim Mimpi Basah Mantra Pelet Ampuh 100 Sekali Baca Langsung Ngejar Youtube Di 2020 Kekuatan Doa Humor Lucu Membaca Ilmu Pelet Cepat Benarkah Ilmu Pelet Itu Ada Ini Sejarahnya Pengobatan Tradisional Dalam Naskah Naskah Minangkabau Inventarisasi Naskah Teks Dan Analisis Etnomedisin Herry Nur Hidayat Academia Edu Ilmu Pelet Cinta Ditolak Dukun Bertindak Itu Nyata Halaman All Kompasiana Com Suntingan Teks Dan Analisis Struktur Teks Mantra Tulisan Abdul Muas Tantua Rajo Sutan Ilmu Limau Puruik Jeruk Purut Dari Minang Ilmu Pukau Dan Tenaga Dalam Panca Suci Part 15 Youtube Minang kabau terkenal dengan alamnya yang indah dan hijau. Pemandangan alam yang menyegarkan mata seperti pegunungan, sawah, kebun, sungai, bukit, dan lembah tidak sulit ditemukan di ranah minang ini. Luasnya alam minang kabau ini membuat orang minang dengan sendirinya belajar dari alam tersebut, sehingga terbentuklah falsafah yang dikenal sebagai “Alam Takambang Jadi Guru.” Falsafah ini sudah lama menjadi salah satu ajaran dan pedoman hidup mereka. Segala sesuatu yang ada di alam ini, yang berbeda fungsi dan perannya, saling berhubungan tetapi tidak saling mengikat, saling berbenturan tapi tidak saling melenyapkan, dan saling mengelompok tapi tidak saling meleburkan. Unsur-unsur itu masing-masing hidup dengan eksistensinya dalam suatu harmoni, tetapi dinamis sesuai dengan dialektika alam yang mereka namakan bakarano bakajadian bersebab dan beakibat. Contohnya seperti matahari yang terik masuk ke bumi, tetapi sinarnya yang terang dan panas itu bisa dihambat oleh pepohonan yang rimbun, sehingga manusia bisa berteduh di bawah pohon tersebut. Itu membuktikan bahwa hubungan pepohonan dan matahari itu saling berbenturan namun tidak saling melenyapkan, karena pohon menerima sinar matahari tapi tidak meneruskannya, sehingga yang berada di bawah pohon menjadi tidak kepanasan. Seperti pepatah minang berikut Api mambaka, aie mambasahi, tajam malukoi, runciang mancucuak, gunuang bakabuik, lurah baraie, lawik barombak, bukik barangin api membakar, air membasuh, tajam melukai, runcing menusuk, gunung berkabut, jurang berisikan air, laut berombak, bukit berangin. Yang artinya kita harus selalu hati-hati dengan alam agar tidak terluka. Iklan Dalam menerapkan falsafah tersebut, kita harus mengetahui makna yang terkandung di dalamnya. “Alam Takambang Jadi Guru” jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti alam terkembang yang terbentang luas dijadikan sebagai guru. Jadi, arti secara harfiahnya adalah segenap unsur yang ada di alam yang terbentang luas ini dapat dijadikan sebagai pedoman hidup dan dapat menjadi ilmu. Segala fenomena yang terjadi di alam dapat ditarik sebagai sebuah pembelajaran baik dari segi falsafah maupun sebagai prinsip-prinsip yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sosial. Berbagai unsur-unsur yang terkandung di alam air, angin, api, tanah dapat ditarik dan ditelaah sebagai bentuk nilai-nilai yang berguna bagi kehidupan. Dalam menjalankan kehidupan manusia, belajar adalah kegiatan yang harus selalu dilakukan dan tidak dapat ditinggalkan sedetikpun, kapanpun dan dimanapun kita berada. Sebagaimana yang diajarkan Rasulullah, tuntutlah ilmu dari ayunan sampai keliang lahat. Dan juga terpapar jelas di peribahasa terkenal yaitu Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina. Belajar yang dimaksud disini bukan hanya sekedar belajar untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui tetapi belajar yang sungguh-sungguh dan mengaplikasikan apa yang sudah dipelajari. Pepatah minang mengatakan Panakiak pisau sirawik Penakik pisau siraut Ambiak galah batang lintabuang ambil galah batang intabuang Silodang ambiah ka niru selodang ambil untuk nyiru Nan satitiak jadikan lauik yang sekepal jadikan gunung Nan sakapa jadikan gunuang yang setitik jadikan laut Alam takambang jadi guru alam terkembang jadi guru Hakimy,2OO12 Pepatah di atas mengandung arti agar manusia selalu berusaha menyelidiki, membaca, serta mempelajari ketentuan-ketentuan yang terdapat pada alam semesta sebagai sunatullah. Dan hendaknya manusia selalu berusaha menggali dan menganalisis suatu permasalahan atau ilmu sampai menemukan kesimpulan yang dapat digunakan sebagai kompetisi yang berguna bagi manusia. Falsafah ini juga merupakan bentuk ketaatan orang minang terhadap Allah SWT. Alam yang indah dan luas ini merupakan rahmat terbesar yang diberikan oleh Allah SWT. Untuk itu, rahmat yang sudah diberikan ke pada kita tidak boleh disia-siakan begitu saja. Atas rahmat Allah-lah orang minang belajar dari alam. Karena pada dasarnya, masyarakat minang berpedoman teguh dengan Al-qur’an seperti pepatah berikut Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Artinya apapun perbuatan yang harus dilakukan dalam adat minangkabau tidak bertentangan dengan ajaran lslam bahkan dilandaskan pada ajaran lslam. Banyak terdapat perintah Allah ke pada manusia untuk meneliti alam semesta ini. Tujuannya juga agar manusia mengetahui tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah beserta rahasia yang terkandung di dalamnya demi kepentingan manusia sendiri. Sebab tanpa meneliti dan mengkaji alam itu manusia tidak akan memperoleh kemajuan dalam hidupnya. Semakin lama akan semakin bertambah banyak kebutuhan manusia di dunia ini karena semakin banyak manusia yang berkembang biak dan memadati bumi, sehingga mereka harus berjuang untuk mengatasi berbagai problema yang diakibatkan oleh pertumbuhannya itu sendiri. Tidak hanya itu, manusia juga dapat mengetahui hal-hal yang tersembunyi dari alam semesta ini. Di antara ayat-ayat yang menyuruh untuk meneliti alam semesta ini adalah firman Allah SWT “Katakanlah, Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.” QS. 10 101 “Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS. 31 29 “dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan untukmu dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang memahaminya.” QS. 16 12 Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada banyak manfaat yang dapat diperoleh jika kita menjadikan falsafah “Alam Takambang Jadi Guru” sebagai pedoman hidup, di mulai dari mendapatkan banyaknya ilmu baru secara gratis dari hanya dengan mengamati alam dan juga memperlihatkan bentuk ketaatan ke pada Allah SWT atas rahmat yang di berikan-Nya. REFERENSI Darwas, D. Dt. Rajo Malano. Filsafat Adat Minangkabau. Yayasan Lembaga Studi Minangkabau. Navis, Alam Terkembang Jadi Guru. PT. Grafiti Pers. 1984 Jakarta Syur'aini. “Pemanfaatan Falsafah Alam Takambang Jadi Guru Dalam Membangun Masyarakat Berpendidikan.” Seminar Internasional Konseling Lintas Budaya. 2019. diakses 11 September 2021. Ikuti tulisan menarik Firena Noverinda Hidayat lainnya di sini. Result for Pamanih Dari Minangkabau Ilmu Github Pages TOC Daftar IsiPamanih Dari Minangkabau Ilmu - Dari Minangkabau. Aug 18, 2021. OTA SERU JAN SOMBONG, KUMAYAN SAIBU CIEKNYO - BAMACAM PAMANIH ILMU PELETNYA MINANG. - YouTube. ILMU PAMANIH PAKAIAN - YouTube. ILMU PEMANIS ORANG MINANG - ILMU PELET DUNIA GAIB. MANTRA PAMANIH Tradisi Lisan Minangkabau. ILMU PAMANIH PAKAIAN - YouTube. share} Ilmu minang masuk sini..!! - Page 257 KASKUSPamanih Dari Minangkabau Ilmu - Dari Minangkabau. Aug 18, 2021. OTA SERU JAN SOMBONG, KUMAYAN SAIBU CIEKNYO - BAMACAM PAMANIH ILMU PELETNYA MINANG. - YouTube. ILMU PAMANIH PAKAIAN - YouTube. ILMU PEMANIS ORANG MINANG - ILMU PELET DUNIA GAIB. MANTRA PAMANIH Tradisi Lisan Minangkabau. ILMU PAMANIH PAKAIAN - YouTube. share} Ilmu minang masuk sini..!! - Page 257 KASKUSBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah - UNIKOMpersiapan upacara pernikahan adat Minangkabau di Kota Padang Panjang dapat dirumuskan sebagai berikut 1. Untuk mengetahui Situasi Komunikatif dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau di Kota Padang Panjang. 2. Untuk mengetahui Peristiwa Komunikatif dalam kegiatan batimbangGitHub - minangkabau/ to minangkabau/ development by creating an account on Dari Minangkabau Ilmu Github Pages AlvindayuPamanih Dari Minangkabau. Aug 18, 2021. OTA SERU JAN SOMBONG, KUMAYAN SAIBU CIEKNYO - BAMACAM PAMANIH ILMU PELETNYA MINANG. - YouTube. ILMU PAMANIH PAKAIAN - YouTube. ILMU PEMANIS ORANG MINANG - ILMU PELET DUNIA GAIB. MANTRA PAMANIH Tradisi Lisan Minangkabau. ILMU PAMANIH PAKAIAN - YouTube. share} Ilmu minang masuk sini..!! - Page 257 KASKUSPetitih Minang Ilmu - GitHub PagesJan 28, 2021 Anak-Anak Minang - PETATAH PETITIH MINANG ado salah satu pepatah Minang nan dikatokan kontroversial nan berbunyi " TAIMPIK NAK DIATEH, TAKURUANG NAK DILUA " banyak urang nan menilai pepatah itu negatif, PDF PETATATH PETITIH SEBAGAI IMPLEMENTASI KAJIAN PSIKOLOGI BERBASIS KEARIFAN LOKAL MINANGKABAU Seni Budaya - Pepatah Petitih MinangkabauSep 3, 2011 mengulang trit yang dulu pernah ada.. ada baiknya kita share lagi mengenai ilmu-ilmu dari minang. sebagai pembuka mantera pengisi tenaga dalam Inyiak gunuang marapi inyiak gunung singgalang datanglah ka diri denai.. bukan rupo nan den undang.. ilmu inyiak nan den pegang. berkat la ilaha ilallah muhammad rasulullah salamMateri Simple Past Tense Ilmu - GitHub PagesSep 1, 2021 Ilmu. Materi Simple Past Tense ... Sampah Pamanih Dari Minangkabau Tensi Darah 120 80 Sepatu Sidi 5 Dollar Berapa Rupiah Indonesia Harga Patung Dwarapala 3 Doa Sujud Terakhir Dalam Shalat Contoh Soal Permutasi Dan Kombinasi Dan Pembahasannya Gambar Kartun Burung Elang Apa Itu Pakaian Adat. Cara ...minangkabau GitHubminangkabau has one repository available. Follow their code on Why Examples Ilmu - GitHub PagesAug 18, 2021 Ilmu. Big Why Examples. Aug 18, 2021. Examples of big data velocity Download Scientific Diagram ... To use PowerPoint 1. Start with an empty page and add shapes using. - ppt download. 10 Examples of Social Media Celebrity Endorsements That Paid Off Big Time. ... Pamanih Dari Minangkabau ...BIBLIOGRAFI BERANOTASI BUKU MINANGKABAU - Unduh Buku 1-19 - AnyFlipJun 19, 2021 dari koleksi Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau di Padang Panjang. Kajian hikayat dibatasi pengkajian teks dalam bentuk transliterasi dan nilai-nialai yang terkandung sebagai makna tersirat dalam cerita. Cerita Hikayat Sitti Rabihatoen dapat dikatakan sebagai cerita yang melengkapi cerita prosa rakyat secara umum di Batang Macis Ilmu - GitHub PagesMar 9, 2021 Resep Suka-suka 10 Bahan Buat Kue coklat batang yang Mudah - KUE Kering PALU - Bismillah 35 rb / mika 635gr 0823 Facebook KUE KERING BATANG MACIS, COKLAT.!! - YouTube Menjelang Lebaran, Penjualan Kue Kering di Ternate Meningkat PHP-in di Kerbel bersama MeloEksplorasi dan Digitalisasi Manuskrip Keagamaan Pengalaman di MinangkabauDec 30, 2017 Naskah ini berasal dari Surau Syekh Abdus Shamad Biaro, IV Angkat, Agam, yaitu 1 [Ikhtisar Ilmu Balagah]. Naskah ini dikarang atau ditulis oleh Muhyiddin Zakaria al-Nawawi. 2 [Penjelasan Sifat ...pamanih - Wiktionary bahasa Indonesiabahasa Minangkabau pemanisAllah Menciptakan Berpasangan Ilmu - GitHub PagesAug 29, 2021 Kajian Muslimah - -PASANGAN- Jangan sampai salah paham Maksud berpasangan disini adalah dalam sebuah ikatan halal Bukan dalam ikatan PACARAN . Memang sejatinya Allah menciptakan kita berpasang-pasangan Namun itu bermaksud pada pernikahan. Allah Menciptakan Manusia Berpasang-pasangan - MAKANAN BERBAHAN UBI DI MINANGKABAU Fransiska Jurnal Artikel ini membahas nama-nama serta asal penamaan makanan berbahan baku ubi di Minangkabau. Metode yang digunakan pada penyedian data adalah metode cakap. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik Minangkabau - Unduh Buku 1-14 Halaman AnyFlipJun 17, 2021 masyarakat dan budaya di Minangkabau dalam mengkreasikan perubahan untuk kemajuan masyarakat Minangkabau. Buku ini terdiri dari tiga bagian yakni sumber inspirasi dan rujukan nilai dialetika Minangkabau, Integrasi Adat dan Syarak, serta perkembangan pariwisata di Minangkabau. Kata Kunci perkembangan Minangkabau; dialektika sosial. KESENIAN ...PANTUN DAN PEPATAH-PETITIH MINANGKABAU BERLEKSIKON FLORA - Kemdikbudpidato. Pantun dan pepatah-petitih tersebut merupakan pengetahuan masyarakat tradisional local genius Minangkabau pada masa lampau. Secara khusus artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan seluruh pantun dan pepatah-petitih Minangkabau yang mengandung teks flora dan fauna beserta MAKANAN BERBAHAN UBI DI MINANGKABAUPENAMAAN MAKANAN BERBAHAN UBI DI MINANGKABAU Silvia Fransiska1*, Reniwati2, Lindawati3 [email protected]* Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas1,2,3 ABSTRAK Artikel ini membahas nama-nama serta asal penamaan makanan berbahan baku ubi di Minangkabau. Metode yang digunakan pada penyedian data adalah metode budaya dalam Petatah-petitih Adat Minangkabau - ETD UGMAbstrak. File Pdf. Objek formal penelitian ini adalah nilai budaya dalam teks naskah Petatah-petitih Adat Minangkabau PAM, yaitu salah satu bentuk sastra klasik Minangkabau. PAM sebagai sastra klasik Minangkabau banyak mengandung nilai humanis dan historis yang sudah mulai tersingkirkan oleh MAHMUD YUNUS DALAM PEMBARUAN ISLAM DI MINANGKABAU 1919 M KONTRIBUSI MAHMUD YUNUS DALAM PEMBARUAN ISLAM DI MINANGKABAU 1919 M-1982 M Minangkabau pada awal abad ke-20 mengalami banyak permasalahan kehidupan baik itu di bidang politik, pendidikan, sosial-budaya maupun keagamaan, sehingga mengantarkan masyarakat Minangkabau pada titik Minangkabau Oleh Wardizal dosen PS Seni KarawitanDaerah yang didiami suku bangsa Minangkabau tersebut di atas, merupakan wilayah budaya Minangkabau. Masyarakat Minangkabau menyebut wilayah tersebut dengan Alam Minangkabau. Alam Minangkabau dihiasi pegunungan Bukit Barisan yang membujur dari utara ke selatan, diantaranya terdapat beberapa gunung - Wikisource bahasa IndonesiaMenurut keterangan ini Minangkabau terletak mula-mula pada pertemuan dua buah sungai. Menurut Prof. van der Tuuk, "Minangkabau" asalnya dari "Pinang Kabu", yang artinya tanah asal. Prof. Sutan Muhammad Zain berpendapat Minangkabau berasal dari Binanga Kanvar", artinya Muara Kampar. Di sinilah dulu mulanya kerajaan Minang Keywords For Pamanih Dari Minangkabau Ilmu Github Pages For You Perkenalan pertama Minangkabau dengan Islam, sebagai yang masih diasumsikan, adalah melalui dua jalur yaitu pertama, pesisir timur Minangkabau atau Minangkabau Timur antara abad ke-7 dan 8 Masehi, kedua, melalui pesisir barat Minangkabau pada abad ke 16 Masehi Teori jalur timur didasarkan oleh intensifnya jalur perdagangan melalui sungai-sungai yang mengalir dari gugusan bukit barisan ke selat Malaka yang dapat dilayari oleh pedagang untuk memperoleh komoditi lada dan emas. Bahkan diperkirakan sudah ada pedagang-pedagang Arab muslim yang mencapai wilayah pedalaman ini sejak abad ke 7/8 Masehi lihat Mansoer,dkk., 1970 44-45. Kegiatan perdagangan ini, diperkirakan, adalah awal terjadinya kontak antara budaya Minangkabau dengan Islam. Kontak budaya ini kemudian lebih intensif pada abad ke 13 pada saat mana munculnya kerajaan Islam Samudra Pasai sebagai kekuatan baru dalam wilayah perdagangan selat Malaka. Pada waktu ini,Samudra Pasai bahkan telah menguasai sebagian wilayah penghasil lada dan emas di Minangkabau Timur. Sedangkan asumsi masuknya Islam melalui pesisir barat didasari oleh intensifnya kegiatan perdagangan pantai barat Sumatera pada abad ke 16 M sebagai akibat dari kejatuhan Malaka ke tangan Portugis. Pada waktu ini, pengaruh kekuasan Aceh Darussalam pelanjut kekuasan Pasai sangat besar, terutama pada wilayah pesisir barat Sumatera. Intensifnya pengembangan Islam pada waktu inilah yang -oleh beberapa penelitian,-dijadikan sebagai dasar analisis bagi awal masuknya Islam di Minangkabau dan menghubungkan dengan nama Syekh Burhanuddin Ulakan yang –oleh beberapa penulis- dianggap sebagai tokoh “pembawa” Islam pertama ke wilayah ini. Syekh Burhanuddin adalah murid Syekh Abdur Rauf Singkil, ulama tarikat Syatariyah Aceh. Syekh Burhanuddin dikenal sebagai pembawa aliran tarikat Syatariyah ke Minangkabau untuk pertama kalinya. Tarikat ini kemudian berkembang di Minangkabau dengan persebaran surau-surau Syatariyah yang didirikan oleh murid-murid Burhanuddin sendiri. Jalur pengembangan tarikat Syatariah yang berawal dari pesisir barat ini -oleh beberapa penulis- sering dijadikan titik tolak kajian tentang Islam di Minangkabau, termasuk pengembangannya ke wilayah pedalaman. Perkembangan agama Islam di Minangkabau abad ke 17 -19 sangat diwarnai oleh aktifitas beberapa ordo Sufi. Diantaranya yang dominan adalah Syatariyah dan Naqsyabandiyah. Tarikat Syathariyah, sebagai yang disebutkan terdahulu, telah menyebar melalui surau-surau yang didirikan oleh murid-murid Syekh Burhanuddin. Di samping Ulakan sendiri, sentra-sentra tarikat inipun kemudian berkembang di pesisir barat Sumatera Barat dan di beberapa wilayah pedalaman Minangkabau. Perkembangan tarikat Syatariyah di wilayah pedalaman ini, menarik untuk dicermati, karena peran yang dimainkannya dalam melahirkan gagasan-gagasan yang melampaui batas-batas implementasi ajaran sufistik itu sendiri ; suatu perkembangan yang sangat berbeda dengan daerah pesisir barat, dari mana tarikat ini pada awalnya dikembangkan. Para tokoh sufi pedalaman lebih banyak melibatkan diri dengan kehidupan ekonomi masyarakatnya. Keterlibatan mereka inilah yang telah memberi warna tersendiri bagi perkembangan Islam di Minangkabau, bahkan dari sinilah juga, kemudian dalam perkembangannya, telah melahirkan ide-ide pemurnian dan pembaharuan. Perkembangan aliran sufistik di pedalaman sebagai yang disebutkan, memunculkan asumsi bahwa perkembangan Syatariyah di wilayah pedalaman Minangkabau ternyata melahirkan sintesis-sintesis Islam yang baru sebagai akibat pertemuannya dengan tradisi keislaman yang telah menjadi basis kultural masyarakat di daerah ini, atau mungkin oleh pertemuannya dengan tarikat Naqsyabandiyah, karena tarikat ini juga memperoleh pijakan yang kuat di beberapa daerah pedalaman Minangkabau, bahkan mungkin lebih awal di banding Syathariyah sendiri sebagaimana asumsi yang dikemukakan oleh beberapa penulis lihat Dobbin, 1992 146 ; Azra, 1995 291. Penemuan naskah-naskah keagamaan di Sumatera Barat pada dasa warsa terakhir, menunjukkan kecendrungan beralihnya dominasi jumlah temuan ke wilayah darek M. Yusuf, 1995, tepatnya bagian timur Sumatera Barat seperti Agam dan 50 Kota. Keadaan ini memberi indikasi baru tentang intensitas pengembangan Islam di Minangkabau melalui jalur perdagangan pesisir timur, karena secara geografis daerah ini lebih dekat dan lebih mudah dijangkau oleh pelayaran dagang di jalur sungai-sungai yang bermuara ke pantai timur Sumatera. Hal yang demikian sekaligus juga akan memperlihatkan satu kemungkinan bagi peran salah satu ordo tarikat Naqsyabandi dalam proses perkembangan budaya masyarakat Minangkabau. Kedua indikasi ini paling tidak akan memperkaya temuan tentang jaringan aktifitas intelektual Islam yang selama ini lebih banyak mengungkap tentang besarnya peranan pesisir barat Sumatera dalam penyebaran agama Islam di daerah ini pada tahap awal. Perkembangan Islam melalui kegiatan sentra-sentra tarikat ini, telah meninggalkan jejaknya melalui naskah-naskah dengan topik-topik yang meliputi hampir semua aspek keislaman. Salah satu kenyataan yang dapat terlihat dari perkembangan sentra-sentra tarikat, baik Syatariyah, maupun Naqsyabandiyah di Minangkabau, ialah praktek pengamalan tasauf dengan menekankan pentingnya syari'ah Azra, 1995 288 dan tidak terdapat indikasi bahwa ajaran tarikat di wilayah ini mengarah pada pantheisme sebagaimana yang terdapat di Aceh pada abad ke 17. Oleh karena itu pemikiran keagamaan yang ditinggalkan oleh kedua aliran tasauf ini tidak hanya berisikan ajaran tasauf semata, akan tetapi meliputi hampir semua cabang ilmu-ilmu keislaman, bahkan upaya pencarian solusi kemasyarakatan dan urusan dunia lainnya memperoleh tempat dalam kajian-kajian mereka, seperti yang dikembangkan oleh Jalaluddin murid Tuanku nan Tuo di wilayah Agam lihat Dobbin, 1992151-152. Keluasan cakupan implementasi ajaran tasauf di Minangkabau sebagai dikemukakan, memang menarik untuk dikaji, karena kemampuan para tokoh tasauf dalam mentranformasikan inti ajarannya terhadap persoalan-persoalan kemasyarakatan, sehingga keberadaannya sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk kehidupan ekonomi, terutama di wilayah agraris pedalaman Minangkabau. Perkembangan Islam di sini -dalam perjalanannya memang di warnai oleh berbagai konflik keagamaan seperti yang terlihat dalam beberapa episode kesejarahan dalam abad ke 19 dan 20 dan hal ini sering dipandang sebagai suatu keniscayaan sejarah yang dapat dipahami pada akar kultural masyarakat Minangkabau sendiri. Akan tetapi, keadaan konflik ini juga, justru sekaligus memiliki potensi memunculkan berbagai praksis kultural dalam dinamika perkembangan masyarakatnya. Konflik keagamaan yang terjadi, baik antara Syathariyah dan Naqsyabandiyah, maupun antara Naqsyabandiyah dengan golongan pembaharu, telah melahirkan dinamika polemik pemikiran keagamaan yang berimplikasi terhadap intensitas kegiatan intelektual yang ditandai banyaknya dihasilkan naskah keagamaan. Naskah mana tentu tidak bisa diabaikan dalam melihat berbagai aspek kehidupan keagamaan di daerah ini. Latar depan fenomena keagamaan abad ke 19 dan ke 20, di saat mana lahirnya gagasan-gagasan awal pembaharuan Islam di Minangkabau, tidak dapat dilepaskan dari fenomena historis yang terjadi sejak abad ke 16 atau mungkin sejak abad ke 13 seperti yang diasumsikan sebagai awal kontak budaya Islam di wilayah ini. Kontak awal Islam ini, demikian juga proses serta bentuk konversi terhadap Islam pada tahap-tahap awal itu, tentu akan menjadi salah satu determinan yang memberi warna terhadap berbagai karakteristik yang muncul dalam perkembangan historis masyarakat di wilayah ini. Akan tetapi beberapa penjelasan sejarah yang banyak ditulis, sering memandang fenomena tersebut dari perspektif sosial struktural semata, sehingga kenyataan historis Islam itu sendiri luput diperhatikan. Apalagi pula kenyataan sumber-sumber yang terbatas serta paradigma sejarah yang barat sentris, menjadikan beberapa dimensi dari pengalaman historis agama ini menjadi terabaikan. Gerakan pembaharuan Islam di Sumatera Barat dimulai ketika Tuanku Nan Tuo bersama murid-muridnya di surau Koto Tuo mengambil peran pemasyarakatan syari'ah dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat agraris di wilayah pedalaman pada akhir abad ke-18. Gerakan yang merupakan aksi penataan kehidupan masyarakat dengan norma-norma keislaman pada fase pertama ini berjalan tanpa gesekan-gesekan. Namun pada fase kedua lebih meruncing karena menguatnya resistensi kaum adat. Kalangan adat merasa bahwa otoritas mereka terganggu oleh aksi beberapa kalangan ulama murid Tuanku Nan Tuo yang tidak sabar dalam menjalankan aksi syariyyah yang dihadapkan pada praktek-praktek adat yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Pertikaian adat dan agama yang terjadi pada awal abad ke 19 ini, oleh beberapa penulis terutama penulis asing-, dianggap sebagai aksi radikalisme yang dibawa dari pusat agama Islam sendiri. Berbagai interpretasi atas konflik inipun kemudian menjadi bahasan menarik untuk memberikan gambaran “kelabu seba-gai militansi golongan Islam dalam masyarakat Minangkabau, sebagaimana kita saksikan pada akhir tahun 2007 yang lalu. Pertikaian adat dan agama yang terjadi di wilayah pedalaman pada paruh pertama abad ke-19 menjadi jalan masuk bagi Belanda ke wilayah ini. Belanda, pada waktu sebelumnya hanya dapat menguasai wilayah pesisir karena kuatnya pertahanan wilayah pedalaman di bawah kaum agama, namun dengan politik belah bambu, Belanda mencoba memanfaatkan kedekatannya dengan kaum aristokrasi adat untuk secara berangsur-angsur menguasai wilayah-wilayah mereka sambil menekan golongan Islam. Kaum agama yang telah menguasai banyak nagari di wilayah pedalaman berusaha mempertahankan wilayah mereka dari intervensi asing. Ketika tujuan apa yang ada dibalik kerjasama Belanda dengan aristokrasi adat disadari, maka perjuangan kaum agama ini beralih menjadi perlawanan terhadap penjajahan disebut Perang Paderi. Selain itu, gerakan keagamaan yang telah berlangsung pada peralihan abad ke-18 dan ke-19 juga diwarnai dengan konflik keagamaan antara Syathariyah dan Naqsyabandiah. Setelah berakhirnya Perang Paderi 1837, perdebatan internal seputar paham tarikat ini ternyata tidak makin mereda, meski perhatian pada perbedaan pendapat itu teralihkan pada saat menghadapi musuh bersama. Polemik keagamaan ini kembali meruncing dan bahkan berimplikasi terhadap tumbuhnya motivasi sebagian masyarakat untuk berangkat ke Mekkah memperdalam pengetahuan agama Islam sambil menunaikan ibadah Haji. Kontak kedua kalangan ulama Minangkabau dengan Timur Tengah ini telah membawa pemikiran-pemikiran keagamaan yang sangat berpengaruh bagi perubahan-perubahan sosial di Minangkabau pada waktu-waktu berikutnya. Ahmad Khatib Al-Minangkabawy, salah seorang putera Minangkabau yang tidak merasa betah dengan kondisi sosial di daerah kelahirannya ini, mencoba untuk menetap di Mekkah dalam rangka mendalami ilmu-ilmu agama. Ketekunan serta tekadnya yang kuat menyebabkan Ahmad Khatib akhirnya mampu berdiri sejajar dengan ulama-ulama Timur Tengah lainnya, bahkan, dialah ulama asing pertama yang mampu menduduki posisi Mufti mazhab Syafi’i di Mekkah. Banyak kalangan ulama Indonesia yang belajar ke pusat Islam ini dikader langsung oleh Ahmad Khatib sendiri. Kepulangan murid-murid Ahmad Khatib ke Indonesia inilah, -menurut banyak kalangan-, telah memberikan kontribusi bagi pembaharuan keagamaan tahap kedua serta tumbuhnya pemikiran kebangsaan yang menjadi pemicu perlawanan terhadap kolonialisme di Indonesia pada awal abad ke-20. Munculnya generasi baru intelektual Islam Minangkabau pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 ini ternyata mampu menjadi penyeimbang aksi politik etis Belanda yang telah memperluas jalur pendidikan barat bagi masyarakat pribumi. Surau-surau yang menjadi sentra pendidikan anak nagari di Minangkabau memperoleh nafas baru untuk bangkit bersaing dengan sistem pendidikan barat. Namun, seiring dengan kembalinya generasi baru intelektual Islam yang belajar di Timur Tengah ini ke Minangkabau, tercipta pula sebuah dinamika konflik keagamaan baru yang dipicu oleh munculnya pemikiran baru seputar keterikatan kepada mazhab dan kebolehan berijtihad. Konflik internal kedua ini lebih dikenal dalam sejarah dengan polemik Kaum Tua dan Kaum Muda. Persoalan pertama yang menjadi tema perdebatan kaum ulama ini adalah masalah praktek pengamalan tarikat Naqsyabandiyah yang oleh sebagian ulama pembaharu dianggap banyak yang keluar dari ajaran Islam yang sebenarnya, seperti praktek wasilah yang dianggap tidak sesuai dengan sunnah Hamka, 196779. Persoalan ini kemudian berkembang kepada masalah yang menyangkut kebolehan ijtihad serta perbedaan pendapat tentang masalah-masalah lainnya. Ulama-ulama kedua golongan ini pada dasarnya adalah produk Timur Tengah dan hampir semuanya adalah murid Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy. Dari konflik yang muncul ini dapat diasumsikan dua hal pertama Ahmad Khatib dalam halaqah pengajian yang diberikan kepada murid-muridnya sewaktu belajar di Timur Tengah, tidak atau belum menyentuh persoalan-persoalan yang menyangkut masalah ijtihad, namun ia tidak melarang sekaligus juga tidak menganjurkan murid-muridnya untuk belajar ke Mesir, di mana gagasan awal pembaharuan Islam ini tumbuh dan berkembang. Kedua Latar belakang kultural masyarakat Minangkabau yang memelihara konflik sebagai sebuah dialektika dalam rangka melahirkan sintesis pemikiran pemikiran yang dinamis dan progresif. Bagi masyarakat Minangkabau, dinamika konflik diperlukan dan dipelihara agar kehidupan itu tidak menjadi statis, dan pengalaman sejarah juga telah mengajarkan bahwa dinamika konflik di Minangkabau tidaklah mengarah pada disintegrasi. Sebaliknya situasi konflik berpotensi dalam melahirkan tokoh-tokoh Minangkabau pada masa-masa selanjutnya, sebagaimana sejarah masyarakat ini telah membuktikannya. Tokoh pembaharuan keagamaan awal semisal Tuanku Nan Tuo yang alim dan bijaksana sekaligus pedagang ulet berhasil menjadikan hukum Islam sebagai landasan kehidupan masyarakat di pedalaman. Surau Tuanku Nan Tuo banyak melahirkan murid yang alim seperti yang kemudian dikenal dengan Syekh Jalaluddin Faqih Shaghir, atau yang cendikia namun tegas seperti Tuanku nan Renceh, demikian juga murid yang memiliki semangat juang membara semisal Tuanku Imam Bonjol dan banyak yang lainnya. Mereka ini tentulah merupakan produk situasi Minangkabau akhir abad ke 18. Pada akhir abad ke 19 muncul pula tokoh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy, yang juga berasal dari daerah pedalaman. Tokoh ini tak kalah penting dari yang disebut terdahulu ; dari halaqahnya telah muncul ulama-ulama kharismatis dan piawai semisal Thaib Umar, H. Abdul Karim Amarullah, H. Abdullah Ahmad, Syekh Jamil Jambek. Theher Jalaluddin, dan lain-lainnya. Pendek kata, situasi Minangkabau dengan keunikan kulturalnya telah melahirkan banyak tokoh intelektual dan pejuang yang responsif terhadap berbagai persoalan sosial yang dihadapi di zamannya ; tokoh wanita semisal Rohana Kudus, Siti Manggopoh, Rahmah el-Yunusiyyah, Ratna Sari, dan lain-lain dari kalangan wanita di negeri ini, demikianpun di bidang politik kenegaraan seperti Syahrir, Mohammad Yamin, H. Agus Salim, Natsir, Hamka dan lainnya yang terlalu banyak untuk disebut satu persatu. Setidaknya sampai zaman kemerdekaan tokoh-tokoh dalam berbagai bidang telah terlahir dari ranah Minang ini. Dari catatan sejarah setelah kemerdekaan, kita menyaksikan suatu perubahan yang cendrung memperlihatkan gejala penurunan yang drastis yaitu tidak banyaknya muncul tokoh intelektual sebagaimana waktu sebelumnya. Hingga masa akhir Orde Baru, produk intelektual Minangkabau semakin tidak banyak yang mampu mewarnai khazanah pemikiran di negeri ini, gagasan-gagasan segar dari kalangan intelektual, politisi dan ulama tidak lagi menggema di seantero nusantara ini. Demikian juga dalam bidang pendidikan Islam,-setidaknya dalam tiga dasa warsa terakhir-, madrasah-madrasah jelmaan dari surau-surau yang dulunya didatangi oleh murid dari berbagai pelosok tanah air, untuk sebahagian hanya tinggal nama. Banyak madrasah yang sudah kehilangan tokoh kharismatis, akibat mandegnya proses regenerasi di kalangan mereka. Inilah realitas Minangkabau hingga waktu ini. sumber Kumpulan Cerita Misteri Ilmu Palasik di Minangkabau Palasik Kuduang Bagi orang Minang, kepercayaan pada Hantu Palasiak atau Palasik sama dengan kepercayaan Leak bagi masyarakat Bali, atau Kuyang bagi orang Kalimantan. Hantu Palasiak ini memang sudah lama tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Minang, terutama yang tinggal di pelosok Desa Sumatera Barat. Cerita tentang Hantu Palasiak ini sering pula dituturkan oleh salah seorang saudara ayah yang memang berasal dari Ranah Minang. Menurut saudara ayah itu, ilmu hitam Palasik merupakan warisan turun temurun masyarakat Minah yang ada sejak zaman dahulu kala. Konon, mereka yang menganut ilmu ini biasanya akan membentuk komunitas tersendiri dalam masyarakat. Mereka dulu sangat dikucilkan oleh warga di sekitarnya. Konon, di zaman dahulu kala mereka hanya bisa menikah dengan sesama keturunan Palasiak. Tapi, di zaman sekarang ini, masyarakat sudah bisa menerima keberadaan mereka. Disamping itu, keberadaan mereka juga sulit untuk dikenali. Meskipun seseorang mewarisi darah keturunan Palasik dari leluhur, namun bukan berarti secara otomatis mereka akan menjadi Hantu Palasiak. Ada ritual yang harus dilaksanakan untuk bisa menguasai ilmu hitam yang satu ini, sehingga tidak setiap turunan Palasik menjadi Palasik seperti leluhurnya. Mengapa orang Minang punya ilmu Palasik? Dari mana asal muasal ilmu ini sebenarnya. Siapa pula orang pertama yang mengajarkannya, dan di daerah mana tempat asal ilmu yang masih sangat misterius ini? Tentu saja tak mudah untuk menjawab deretan pertanyaan tersebut. Kita berharap, semoga ada saudara kita yang berasal dari Ranah Minang bisa menjelaskanya pada pembaca setia majalah kasayangan ini. Meski misteri masih menyelimutinya, yang jelas Hantu Palasiak dapat diyakini benar ada dalam kenyataan. Hal ini setidaknya seperti yang dialami sendiri oleh saudara sepupu Misteri. Sebut saja Dasri, namanya. Kisahnya terjadi 20 tahun yang lalu. Saat itu, Dasri baru duduk di kelas IV SD, usianya 10 tahun. Ketika itu musim libur panjang sekolah bertepatan dengan bulan Ramadhan. Ayah Dasri yang berasal dari Dusun Taratai, Desa Sungai Tarab, Batusangkar, berniat mengajak seluruh keluarganya pulang ke kampung halamannya yang jauh terpencil itu. Rencana ayah Dasri ini tentu saja disambut gembira, terutama oleh dasri. Apalagi, sudah lima tahun ini Dasri tidak bertemu dengan kakek dan nenek, serta saudara-suadara sepupunya yang tinggal di sana. Pada hari Minggu siang mereka berangkat dengan bus jurusan Medan-Bukittinggi. Sekitar pukul 8 pagi, bus yang ditumpangi Dasri bersama kedua orangtuanya, meninggalkan kantor pusatnya di Jl. Amaliun, Medan. Setelah melewati batas wilayah kota Medan, bus tancap gas. Semua bangku sudah terisi penuh, termasuk bangku tempel yang tersedia untuk penumpang yang menyetop di jalan. Setelah menempuh perjalanan selama 15 jam, bus tiba di terminal Aur Kuning, Bukittinggi, menjelang pukul 10 pagi berikutnya. Perjalanan menuju Batusangkar dilanjutkan dengan menumpang angkutan antar kota dalam propinsi. Angkutan desa hanya sampai di ibu kota kecamatan saja. Menuju Desa Sungai Tarap, harus ditempuh dengan berjalan kaki sejauh 5 km. Ada beberapa warga satu kampung dengan ayah Dasri berjalan bersama menuju desa kelahiran mereka. Mereka terlihat bercerita akrab sekali. Memasuki desa Sungai Tarap, udara dingin pegunungan menyambut kedatangan Dasri. Sawah-sawah terbentang luas di lereng-lereng bukit. Rumah gadang berdiri megah di sepanjang jalan yang dilalui. Tiba di rumah Anggut, sebutan kakek bagi orang Minang, saudara dan sanak kadang sudah berkumpul menyambut kedatangan Dasri bersama kedua orangtuanya. Dalam tempo sekejap saja, rumah Anggut yang luas berbentuk rumah gadang penuh oleh sanak saudara dan kerabat ayah Dasri. Berita kedatangan ayah Dasri menyebar dari mulut ke mulut ke pelosok kampung. Apalagi pada malam harinya. Teman-teman ayah Dasri semasa kecil berdatangan menemuinya untuk melepas rindu dan mengenang kembali masa-masa indah dahulu. Mereka berbincang-bincang hingga larut malam. Dua hari di kampung, akhirnya tiba juga hari pekan di desa itu. Dasri diajak ayahnya melihat suasana pekan. Waktu itu turut pula bersama mereka dua orang saudara sepupu Dasri, yakni Budin dan Durin. Usia kedua anak ini sebaya dengan Dasri. Tinggi dan besar, badan juga sama. Yang membedakan warna kulit tubuh mereka. Mungkin karena tinggal di kota, kulit wajah dan tubuh Dasri terlihat putih bersih. Berbeda dengan Budin dan Durin. Kulit kedua anak ini hitam pekat karena setiap hari terjemur di atas teriknya sinar matahari. Jika tidak berada di sawah membantu orangtua merumput, pagi-pagi sekali mereka pergi mengembalakan kerbau. Dalam perjalanan ke lokasi pecan itu, ayah Dasri selalu menyapa dengan ramah setiap warga desa yang ditemui atau berpapasan di tengah jalan. Mereka menyalami ayah Dasri dengan ramah pula, seraya bertanya tentang kabar dan kapan datangnya. Sementara itu, Dasri dan dua orang saudara sepupunya saling bercerita dan bercanda dalam perjalanan itu. Meski baru dua hari bertemu, namun mereka sudah kelihatan sangat akrab. Sampai akhirnya di sebuah tikungan jalan desa, mereka melewati sebuah rumah gadang yang lumayan megah. Pemilik rumah itu memanggil ayah Dasri. “Singgahlah dulu kemari. Pasar masih sepi!” Kata si pemilik rumah, seorang kakek berusia lanjut, menawari ayah Dasri singgah di rumahnya. Karena menghormati tawaran itu, Ayah Dasri memutuskan singgah ke rumah gadang milik si kakek. Dia juga mengajak Dasri dan dua saudara sepupunya untuk singgah barang sebentar di rumah itu. Tapi, kedua saudara sepupu Dasri berkeras melarang. Budin menggelengkan wajahnya agar Dasri jangan mengikuti ayahnya. Tapi Dasri tetap mengikuti ayahnya berjalan memasuki pekarangan rumah gadang milik si kakek yang sepertinya amat ramah dan baik hati itu. Dasri dituntun ayahnya melewati jembatan terbuat dari batang bambu. Sementara. dua saudara sepupu Dasri hanya berdiri termangu di pinggir jalan. Berulangkali mereka menggelengkan wajahnya, yang memberi isyarat agar Dasri jangan ikut singgah di rumah gadang itu. Hingga wajah keduanya berubah menjadi pucat, Darsi tetap tak peduli. Kenapa Budin dan Durin melarang Dasri singgah di rumah itu? Mereka tahu persis pemilik rumah itu adalah suami isteri penganut Palasik. Rumah itu memang terlihat sangat sunyi, seperti tidak ada penghuni lain kecuali seorang kakek dan nenek yang sudah sangat renta. Diketahui, pemilik rumah itu bernama Anggut Adam. Usianya sudah mencapai 78 tahun. Sedangkan isterinya, Niek Syamsidah, usianya sekitar 70 tahun. Rambut kedua pasangan itu sudah memutih, dan kulit tubuhnya hitam keriput. Meski begitu gigi mereka masih utuh, walau nampak hitam berkarat. Dasri dan ayahnya duduk di ruang tamu, membelakangi kamar tidur si pemilik rumah. Sesaat kemudian, Niek Syamsidah menghidangkan kopi dan ketan hitam. Nenek renta inipun duduk di sisi suaminya. “Berapa anakmu sekarang?” Tanya Niek Syamsidah. “Baru satu, Niek!” Jawab ayah Dasri. “Bawalah isterimu kemari!” Anggut Adam memberi tawaran. “Nantilah di lain waktu,” jawab Ayah Dasri. Perbincangan pun berjalan dengan akrab. Sampai setelah hampir setengah jam di rumah Anggut Adam, Dasri mengajak ayahnya pergi ke pekan. Mereka pun segera berpamitan. Anggut Adam dan isterinya mencoba menahan ayah Dasri agar lebih lama lagi berada di rumahnya. Tapi Dasri terus merengek meminta ayahnya agar meninggalkan rumah Anggut Adam. Dia tak sabar ingin melihat suasana hari pekan di desa. Anggut Adam dan isterinya melepas kepergian tamunya hingga ke pekarangan rumah. “Siapa nama anakmu?” Tanya Niek Syamsiah. “Dasri!” Jawab ayah Dasri. “Kapan-kapan main-main kemari lagi. Anggap ini rumah anggutmu sendiri,” kata Anggut Adam ramah, melepas kepergian Dasri bersama ayahnya. Saat keluar dari rumah gadang milik Anggut Adam, warga desa terlihat berjalan berbondong-bondong lewat di depan rumah Anggut Adam membawa seluruh anggota keluarganya. Memang, di hari pekan itu tidak seorang pun warga desa pergi ke sawah. “Rumah anggut Adam terlihat seram ya. Tidak terurus!” Cerus Dasri dalam perjalanan. “Maklum, mereka kan tinggal berdua di rumah itu. Pergi pagi ke sawah dan pulangnya menjelang senja. Jadi mereka tidak punya waktu untuk mengurus rumah,” jawab ayah Dasri. Setelah mendapat jawaban itu, Dasri tidak lagi bertanya pada ayahnya. Apalagi setibanya di lokasi pecan suasana memang sangat ramai. Para pedagang dari kota menjajakan bermacam-macam keperluan warga desa. “Ayah, Dasri mau bermain bersama Budin dan Durin ya!” Mohon Dasri sesaat setelah melihat Budin dan Durin berkumpul bersama dengan teman-temannya. “Pergilah!” Jawab ayah Dasri memberi izin. Dasri pun segera bergabung dengan Budin dan Durin beserta teman-teman sebayanya. Waktu itulah Dasri sempat bertanya begini, “Mengapa kalian berdua tidak mau diajak singgah di rumah Anggut Adam?” “Anggut bersama isterinya itu Palasiak Kuduang,” jawab Budin. “Apa benar Palasiak itu ada?” Tanya Dasri lagi. “Rumah yang kau datangi tadi rumah Palasiak!” Jawab Durin. Sebelumnya, Dasri memang pernah mendengar cerita Hantu Palasiak dari orang-orang Minang yang tinggal di sekitar rumah orang tuanya di Medan. Menurut cerita mereka, Hantu Palasiak itu dapat melepaskan leher dari tubuhnya. Ada beberapa jenis Palasiak. Satu di antaranya adalah Palasiak Kuduang. Disebut Palasiak Kuduang, karena si pemilik ilmu hitam ini dapat memotong kepalanya kemudian memasangnya kembali. Kuduang dalam bahasa Minang artinya potong atau penggal. “Apa itu Palasiak selama ini aku belum pernah mendengarnya?” Tanya Dasri, pura-pura tida tahu. “Apa ayahmu tidak pernah bercerita?” Tanya Budin. Dasri hanya mengggelengkan kepalanya. “Palasiak adalah hantu penghisap darah anak-anak seusiamu. Dia mendatangi mangsanya tengah malam. Anak-anak yang darahnya dihisap Palasiak, wajahnya menjadi pucat dan sering sakit-sakitan,” kata Budin menerangkan. “Mana ada manusia hidup jadi hantu seperti Palasiak itu?” Protes Dasri. “Ada, contohnya Palasiak. Dia menghisap darah, terutama anak-anak yang datang dari kota,” ujar Durin menakuti Dasri. “Mengapa darah anak-anak dari kota yang dihisap Palasiak?” Tanya Dasri, penasaran. “Anak-anak dari kota darahnya manis. Sedangkan anak desa di sini darahnya pahit,” jawab Budin bercanda sembari tertawa. Kedatangan Dasri bersama ayahnya ke rumah Anggut Adam, diceritakan pula oleh Budin dan Durin kepada kedua orangtua mereka. Etek Yusminah, adik ayah Dasri terperanjat mendengar cerita dari Budin. Saat itu juga, dia segera menemui ayah Dasri. “Mengapa Uda bawa Dasri ke rumah Pak Tuo Adam?” Tanyanya. “Beliaukan masih kerabat kita!” Jawab ayah Dasri. “Ya, tapi beliau suami isteri Palasik!” Sahut Etek Yusminah. Kelihatannya dia merasa sangat cemas. “Ah, memangnya masih ada apa ilmu hitam semacam itu di zaman seperti sekarang ini?” Sanggah ayah Dasri. “Mungkin saja, Uda! Sebagaiknya segara bawa Dasri ke rumah Datuk Maruhun, untuk minta jimat penangkal padanya,” saran Etek Yusminah. Tapi saran itu tidak dihiraukan ayah Dasri. Datuk Maruhun adalah satu-satunya orang yang dapat memberikan jimat agar seorang anak tidak dihisap darahnya oleh Palasiak. Namun, ayah Dasri menyangsikan kekhawatiran Etek Yusminah. Dua hari berselang, pada malam sabtu, hujan deras turun sejak sore hari hingga malam harinya. Hingga tengah malam hujan tidak juga reda. Di luar rumah, angin bertiup kencang membut malam sangat dingin dan mencekam. Ayah Dasri malam itu tidak ada di rumah. Setelah mengerjakan shalat Jum’at, dia tidak pulang. Dia hanya berpesan pada Anggut Musa, bahwa malam ini dia akan menginap di rumah Pak Sabirin, teman sebangku ayah waktu sekolah di Makhtab Thawalib, Padangpanjang. Hingga tengah malam, hujan tinggal gerimis. Di luar angin masih juga bertiup kencang. Meskipun sudah memakai selimut tebal, tapi udara dingin masih dapat menembus pori-pori kulit. Tiba-tiba berhembus angin sangat kencang menerpa pintu kamar tidur yang tidak terkunci. Tiupan angina itu mengempaskan pintu kamar. Suaranya sangat keras sehingga Dasri terjaga dari tidur. Dari balik gorden pintu yang terbuka diterbangkan angin, Dasri melihat seraut wajah nenek tua dan kakek tua muncul. Celakanya, hanya leher dan kepalanya saja yang melayang-layang memasuki kamar. Wajah mereka terlihat samar-samar mirip Anggut Adam dan isterinya, Niek Syamsiah. “Apakah mereka ini palasiak?” Hati Dasri diliputi tanda tanya. Tubuhnya gemetaran karena takut. Kedua potongan kakek dan nenek itu terbang di atas tubuh Dasri, dan melayang-layang dengan sangat menakutkan. Dasri tidak dapat berkata apa-apa. Lidahnya seolah-olah terkunci, sehingga tidak dapat berteriak membangunkan anggutnya yang tidur pulas di sisinya. Demikian pula dengan tubuhnya. Kaku dan gemetar, seperti terikat tali sehingga tidak dapat digerakkan. Hanya kedua bola matanya mengikuti kemana kedua potongan kepala itu bergerak. Setelah berputar-putar, akhirnya kedua potongan kepala itu berhenti di ujung jempol kaki Dasri. Dengan rakus keduanya menghisap darah Dasri melalui jempol kakinya. Dasri pun meringis kesakitan. Untunglah dia tidak jatuh pingsan. Setelah puas, kedua potongan kepala itu pergi meninggalkan mangsanya, melayang-layang keluar dari dalam kamar. “Anggut, ada hantu!” Teriak Dasri. Mendadak anggutnya terjaga dari tidur pulasnya. “Ada apa?” Tanyanya. Dasri lalu menceritakan peristiwa yang barusan menimpanya. Sang Anggut harus percaya sepenuhnya, sebab di atas lantai tampak berceceran darah segar hingga ke ruang tamu. “Mereka itu Palasiak!” Gumam sang anggut dengan wajah tuanya yang menegang. Pada pagi harinya, ayah Dasri bersama anggutnya membawa Dasri ke rumah Datuk Maruhun. Pada Datuk Maruhun, Dasri menceritakan kejadian yang menimpanya tadi malam. “Anakmu di hisap Palasiak,” jelas Datuk Maruhun. “Siapa yang tega menghisap darah anakku, Datuk?” Tanya ayah Dasri. Datuk Maruhun tidak dapat menjawabnya. Beliau hanya menggelengkan kepalanya. “Bawa segera pergi anakmu dari kampung kita. Banyak Palasiak yang ingin menghisap darahnya,” saran Datuk Maruhun. Oleh Datuk Maruhun, Dasri diberi jimat yang diikatkan di pergelangan kakinya. Memang, setelah dihisap darahnya oleh palasiak, wajah Dasri pucat, dan tubunnya lemah seperti kekurangan darah. Siang itu juga, berasma ayah dan ibunya Dasri kembali pulang ke Medan. Rencana untuk berlebaran di kampung pun batal…. Lima belas tahun kemudian, Dasri baru berani datang ke kampung halaman ayahnya. Kenangan menakutkan itu memang selalu membuatnya bernyali ciut bila ingin berkunjung ke kampong tersebut. Postingan ini berdasarkan kisah nyata, adapun nama-nama pelaku dalam kisah ini sengaja disamarkan untuk menghormati privacy yang bersangkutan.

ilmu minang masuk sini